Daerah  

PPG 2025: Refleksi Guru dalam Penerapan Pembelajaran Inklusif yang Responsif Budaya


Refleksi Mendalam dalam Penerapan Pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT)

Menjelang akhir pembelajaran modul, peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahap 2 tahun 2025 diundang untuk melakukan refleksi mendalam terkait topik IV yang membahas penerapan pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT) di kelas. Refleksi ini dilakukan melalui platform Ruang GTK, dengan tujuan agar guru dapat menceritakan pengalaman dan inspirasi mereka setelah mempelajari materi tersebut.

Sebelum menjawab pertanyaan reflektif, peserta PPG diharapkan memahami kembali konsep CRT serta manfaatnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, jawaban yang diberikan akan lebih bermakna dan sesuai dengan prinsip pendekatan ini.

Memahami Konsep Culturally Responsive Teaching (CRT)

Pendekatan Culturally Responsive Teaching menekankan pentingnya mengintegrasikan unsur budaya dalam proses pembelajaran. Melalui CRT, materi pelajaran dapat disesuaikan agar lebih relevan dan bermakna bagi siswa, dengan mengaitkannya pada latar belakang, pengalaman, serta nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh peserta didik.

Selain itu, penerapan CRT juga berperan dalam membangun kesadaran siswa tentang keberagaman budaya, sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan rasa bangga terhadap identitas mereka. Bagi guru, pendekatan ini menjadi strategi penting untuk menciptakan lingkungan kelas yang inklusif, ramah, dan menghargai perbedaan antar siswa.

Contoh Refleksi dari Guru

Beberapa contoh jawaban reflektif yang bisa menjadi referensi adalah sebagai berikut:

“Setelah mempelajari topik ini, saya semakin menyadari bahwa pentingnya menghubungkan pembelajaran dengan budaya peserta didik. Saya berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung siswa. Hal ini bisa diwujudkan dengan cara mengenali identitas diri siswa, memahami latar belakang budaya mereka, membangun kolaborasi, serta mendorong berpikir kritis melalui refleksi.”

Jawaban alternatif yang lebih kontekstual juga bisa seperti ini:

“Di kelas 5, saya menyadari bahwa keberagaman budaya siswa justru menjadi kekuatan, bukan hambatan. Misalnya, saat membahas keberagaman dalam pelajaran IPS, saya meminta siswa berbagi tradisi dari daerah asal mereka. Begitu pula ketika membahas makanan sehat, kami mengaitkannya dengan hidangan tradisional keluarga masing-masing. Dengan cara ini, pembelajaran menjadi lebih hidup, relevan, dan membuat siswa merasa dihargai.”

Menuju Pembelajaran yang Lebih Bermakna

Dengan memahami dan menerapkan pendekatan CRT, guru dapat menjembatani antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan PPG 2025, yaitu menghasilkan pendidik yang mampu menciptakan pembelajaran yang inklusif, relevan, dan memotivasi semua peserta didik.

Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar, tetapi juga untuk menumbuhkan rasa saling menghormati di tengah keragaman yang ada di kelas. Dengan demikian, CRT menjadi salah satu alat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan efektif.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *