Daerah  

OPINI: Arah Baru Pembangunan Natuna dan Anambas


Oleh: Ellyzan Katan


mediaawas.com

– Pengelolaan daerah perbatasan seperti Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas, dewasa ini perlu dilakukan reorientasi arah pembangunan. Jika selama ini perkembangan daerah Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas masih berorientasi ke dalam, yaitu Batam dan Jakarta, perlu dirubah menuju ke luar yaitu enam negara tetangga. Ada Vietnam, Filipina, Kambodia, Hong Kong, Thailand dan tentu saja Tiongkok. Ini karena keenam negara tersebut memiliki keunggulan strategis yang dapat dimanfaatkan dalam waktu singkat dan jarak yang dekat. Dari sisi jarak, kedekatan dengan keenam negara tetangga tersebut lebih mudah dijangkau jika dibandingkan dengan Jakarta.

Ya, untuk menempuh perjalanan menggunakan kapal laut dari pelabuhan Selat Lampa Kepulauan Natuna menuju ke pelabuhan Hong Kong misalnya, bisa lebih dekat dibandingkan dari pelabuhan Selat Lampa Kepulauan Natuna menuju pelabuhan Tanjung Periok Jakarta. Jarak tempuh dari pelabuhan Selat Lampa Kepulauan Natuna menuju pelabuhan Hong Kong hanya 2-3 hari, tergantung keadaan cuaca dan gelombang laut. Sementara untuk jarak tempuh dari pelabuhan Selat Lampa Kepulauan Natuna menuju ke pelabuhan Tanjung Periok mencapai 3-5 hari. Ini juga tergantung dari keadaan cuaca serta gelombang laut.

Kedekatan jarak tempuh kapal dari pelabuhan Selat Lampa Kepulauan Natuna menuju pelabuhan Victoria di Hong Kong menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah pusat harus menyesuaikan kebutuhan regulasi di daerah perbatasan. Tentu saja selain kedekatan dari sisi geografis, keberadaan pelabuhan-pelabuhan lain di negara tetangga serta adanya faktor pertumbuhan ekonomi negara tetangga yang kuat, juga harus dipertimbangkan sebagai alasan mengapa visi pembangunan di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas perlu direvisi. Setidaknya dari beberapa aspek berikut, perlu kita perhatikan agar roda pembangunan ekonomi di kedua daerah perbatasan ini dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan arah kebijakan pembangunan nasional Presiden Prabowo.

Jumlah Penduduk yang Besar

Karena penduduk merupakan unsur penting dalam menyerap produk perekonomian satu daerah, sudah semestinya jumlah penduduk yang besar menjadi sasaran utama dalam melakukan ekspansi pasar. Beberapa negara di ASEAN yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas memiliki jumlah penduduk yang cukup besar untuk dijadikan pasar. Sebut saja seperti Vietnam dan Filipina, memainkan peran yang cukup strategis dalam menyulap pasar menjadi lebih terbuka bagi produk-produk lokal. Keadaan penduduk yang besar ini, oleh banyak pelaku pasar tentunya menjadi “gula” yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

Seperti pada 2024 misalnya, jumlah penduduk dari gabungan lima negara terdekat di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas sudah mencapai 315.055.140 jiwa. Jumlah ini dianggap mampu menjadi pangsa pasar yang cukup potensial bila dikelola secara baik dan berkelanjutan. Fokus pada produk unggulan di daerah masing-masing. Entah itu dari produk pertanian, perkebunan, atau pun masuk pada produk hasil perikanan. Tiga subsektor ini memiliki total produksi yang melimpah di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas.

Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi

Enam negara tetangga yang letaknya berdekatan dengan Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas, telah menunjukkan potensi pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Seperti Vietnam misalnya, ekonominya tercatat mampu tumbuh sebesar 7% pada kuartal akhir 2024 silam. Tentunya ini didukung oleh adanya kenaikan jumlah investasi Cina yang masuk ke sana. Vietnam dianggap memiliki keunggulan strategis yang dapat memberikan keuntungan bagi investor Cina.

Belum lagi bila kita melihat Filipina, masih menyentuh 5% pada akhir 2024 silam. Negara ini bisa dijadikan alternatif berikutnya untuk menjalin kerja sama ekonomi di beberapa bidang. Sebut saja bidang pariwisata dan kerja sama produk perikanan, di mana Filipina atau Tiongkok adalah gerbang berikutnya bagi hasil perikanan Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas untuk menjelajah negara lain. Yang pasti kerja sama dengan Vietnam, Filipina, Kamboja, Hong Kong, Thailand, dan Tiongkok harus segera dimulai agar Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas bisa mempercepat proses pembangunan di daerah masing-masing.

Strategi Langkah Penting

Saat ini, dengan adanya pergantian kepemimpinan nasional, provinsi dan kabupaten/kota, saatnya untuk memulai proses pembangunan yang lebih mengarah pada percepatan peningkatan kemandirian daerah melalui kerja sama ekonomi dengan negara-negara tetangga. Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah 1) menginventarisir potensi ekonomi lokal yang dianggap memiliki nilai jual ke negara tetangga. 2) mengajukan perubahan kebijakan terkait ekspor dan impor, serta kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas. 3) menyediakan fasilitas perizinan, imigrasi dan yang terkait karantina serta hal-hal lainnya yang dibutuhkan untuk membuka pintu kerja sama ekonomi dengan negara tetangga di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas.

Data yang ada saat ini mengenai potensi perekonomian unggulan di Kepulauan Natuna dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu perkebunan dan pertanian. Untuk potensi perkebunan, Kepulauan Natuna memiliki tiga hasil perkebunan yang besar, yaitu kelapa, cengkeh, dan karet. Sementara untuk hasil pertanian ada tanaman buah seperti pisang, mangga, jeruk, pepaya, dan tanaman sayuran. Khusus tanaman sayuran ini, tersebar di banyak kawasan di pulau Bunguran Besar. Di kawasan tersebut, luas lahan pertanian masih tergolong luas untuk digarap secara maksimal.

Pemerintah perlu melakukan perubahan regulasi entitas ekspor yang akan melakukan rangkaian usaha ekspor produk perkebunan, pertanian, dan perikanan. Seperti merevisi Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Revisi ini merubah yang semula perizinan usaha ekspor harus mendapatkan izin dari Menteri, cukup oleh kepala daerah saja. Pelaku usaha ekspor tidak lagi harus mengajukan permohonan izin ke Jakarta karena wilayah kerja perizinan di daerah bisa melayani semua kebutuhan perizinan secara maksimal. Proses perizinan usaha ekspor tetap dapat memanfaatkan Sistem Indonesia National Single Windows dan diketahui oleh pemerintah pusat melalui sistem INATRADE di Kementerian Perdagangan RI.

Artinya kebijakan ekspor cukup diselesaikan di daerah dan diketahui oleh pemerintah pusat sebagai bagian dari adanya proses pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam kerangka pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Begitu juga yang terkait dengan PMA yang akan menginvestasikan sejumlah nilai Rupiah atau pun Dolar di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas, yang telah diatur melalui Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI No. 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal, harus diberikan penambahan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan pelayanan PMA secara cepat. Proses penambahan kewenangan sebagaimana Pasal 10 ayat (4) Peraturan BKPM No. 4 Tahun 2021, menjadi ujung tombak bagi daerah untuk menerima berbagai macam investasi asing.

Kekuasaan yang ada saat ini masih terbatas pada penanaman modal ruang lingkup kabupaten dan industri menengah saja. Seharusnya kekuasaan yang menyangkut PMA di daerah kabupaten/kota dikembangkan lagi menjadi skala industri, bukan UMKM. Dengan adanya penambahan kekuasaan ini, industri besar yang ada di negara tetangga dapat mulai berinvestasi di Kepulauan Natuna dalam tempo yang tidak terlalu lama, prosesnya cepat, serta ada jaminan hukum. Proses pengurusan izin pun bisa dilakukan cukup di daerah tujuan investasi, yaitu Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas. Barulah kemudian memindahkan berbagai macam fasilitas perizinan, imigrasi, karantina seperti yang dikelola oleh kementerian di Jakarta untuk dibuka di daerah.

Namun, proses ini tidak mudah selama belum ada keinginan yang sama antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah dalam meningkatkan investasi asing di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas. Bagaimanapun, semangat untuk membuka jalan bagi masuknya investor asing secara langsung ke dua daerah perbatasan ini, tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa ada political will dari pemerintah pusat. Dan selama pemerintah pusat tidak merespon usulan ini dengan baik, berarti pemerintah pusat memang sengaja memelihara kondisi sulit di daerah perbatasan untuk tujuan-tujuan tertentu. Salah satunya adalah daerah tetap tergantung pada pusat di banyak bidang. Tidak akan ada kemandirian fiskal di daerah perbatasan seperti di Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas. Semestinya terobosan baru ini dapat dijadikan sebagai pembuka peluang investasi di daerah perbatasan.

Insya Allah.

Biodata Pendek

Ellyzan Katan, PNS di Barenlitbangda Kab. Natuna. Opini ini merupakan pendapat pribadi. Tidak ada kaitannya dengan Barenlitbangda Kab. Natuna.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *