Daerah  

11.778 Anak Tidak Sekolah di Grobogan: Masalah Lama Mengancam Tahun Ajaran Baru


Tantangan Penanganan Anak Tidak Sekolah di Grobogan

Tahun ajaran baru 2025/2026 telah dimulai, namun Grobogan masih menghadapi tantangan besar dalam menangani kasus Anak Tidak Sekolah (ATS). Data terbaru dari Dinas Pendidikan Grobogan menunjukkan bahwa jumlah anak yang tidak sekolah mencapai 11.778 anak per awal Agustus 2025. Angka ini menunjukkan bahwa masalah ATS masih menjadi isu serius yang belum sepenuhnya terselesaikan.

Meski program intervensi telah dilakukan sejak tahun lalu, penanganan ATS tetap menghadapi berbagai tantangan, terutama saat memasuki tahun ajaran baru. Sutomo, Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Nonformal Grobogan, menjelaskan bahwa data tersebut merupakan hasil pemutakhiran setelah tahun ajaran baru resmi dimulai. Ia menegaskan bahwa angka ini bukanlah data lama, melainkan hasil verifikasi terkini.

Program pengentasan ATS dimulai sejak Grobogan ditunjuk sebagai daerah uji coba oleh UNICEF dan Pusdatin Kemendikbudristek pada Mei 2024. Uji coba ini menyasar enam desa dari enam kecamatan, yaitu Putat, Tambirejo, Jatilor, Tanggungharjo, Tambahrejo, dan Kradenan. Dari keenam desa tersebut, ditemukan 18.054 anak yang termasuk dalam kategori ATS, baik yang putus sekolah, belum pernah sekolah, maupun lulus tapi tidak melanjutkan pendidikan.

Hasil verifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 4.356 anak berhasil kembali ke bangku sekolah, sementara 13.697 anak lainnya masih memerlukan pendampingan lanjutan. Satu anak dalam data masih belum bisa diverifikasi, namun hal ini tetap menjadi bagian dari gambaran besar masalah ATS yang belum terselesaikan secara menyeluruh.

Awalnya, program uji coba ini diharapkan dapat diperluas ke desa-desa lain. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda adanya perluasan intervensi serupa. BBPMP Jawa Tengah menilai bahwa masalah ATS tidak bisa diselesaikan hanya oleh Dinas Pendidikan. Perlu keterlibatan aktif dari berbagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah) karena masalah ATS tidak hanya berkaitan dengan pendidikan, tetapi juga faktor ekonomi, sosial, serta dokumen kependudukan.

Beberapa OPD seperti Bappeda, Dinsos, Dispermades, dan Dispendukcapil didorong untuk terlibat aktif dalam satu skema kerja kolaboratif. Sayangnya, setelah pilot project 2024, belum terlihat adanya koordinasi intensif antarlembaga untuk menyelesaikan persoalan ATS secara komprehensif. Minimnya tindak lanjut membuat program yang sudah dirintis berisiko stagnan, meskipun data valid dan kerangka kerja sudah tersedia.

Dinas Pendidikan Grobogan berharap OPD terkait segera mulai bergerak agar penanganan ATS dapat dilaksanakan lebih sistematis dan terarah. Jika 11.778 anak yang tidak sekolah di Grobogan tidak segera diintervensi lintas sektor, angka ini bisa terus bertambah meski tahun ajaran baru telah dimulai. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah ATS di Grobogan belum menemukan solusi konkret, justru rawan menjadi beban jangka panjang daerah.

Tahun ajaran baru seharusnya menjadi momentum perubahan, namun tanpa sinergi antar OPD, ribuan anak yang tidak sekolah akan terus terabaikan di Grobogan. Maka dari itu, diperlukan upaya bersama dan kolaborasi yang lebih kuat untuk menyelesaikan masalah ini secara efektif dan berkelanjutan.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *