mediaawas.com.CO.ID – JAKARTA.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, peluang Indonesia terbebas sepenuhnya dari kebijakan tarif resiprokal yang akan diberlakukan Amerika Serikat (AS) sangat kecil.
Namun demikian, ia optimis hasil negosiasi yang sedang berlangsung masih dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia.
“Terbebas rasanya tidak mungkin, tetapi mendapat hasil negosiasi yang menguntungkan rasanya sangat mungkin,” kata Wijayanto kepada mediaawas.com.co.id, Kamis (3/7).
Ia menyebutkan, ada tiga variabel utama yang perlu diperjuangkan dalam perundingan antara Indonesia dan AS.
Ketiganya adalah: besarnya tarif, cakupan produk yang dikenai tarif, dan bentuknya
ambil dan beri
or mutual benefits obtained by both countries.
Tarif pasti tetap diterapkan, hanya berapa persen, terhadap produk apa saja, dan apa
ambil & beri
Indonesia-AS. Itu adalah tiga variabel yang perlu diperjuangkan secara optimal,” ujarnya.
Mineral Kritikal Menjadi Jalan Tengah
Wijayanto menambahkan, kerja sama di sektor mineral kritis (
mineral kritis
) dan ekosistem kendaraan listrik (
kendaraan listrik
/EV) dapat menjadi jalan tengah yang realistis untuk mengamankan posisi Indonesia dalam perundingan.
Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tetap memperhatikan sensitivitas negara lain, terutama Tiongkok, yang memiliki kepentingan besar dalam rantai pasok mineral global.
“Jangan sampai China juga merasa kepentingannya terganggu sehingga melakukan retaliasi. Pembicaraan dengan China juga perlu terus dilanjutkan,” imbuhnya.
Pemerintah Dorong Tarif 0%
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah ingin agar Indonesia tidak dikenakan tarif resiprokal oleh AS, bahkan mengupayakan agar tarif tersebut bisa ditekan hingga 0%.
“Tentu kita ingin agar tarif resiprokal tidak dikenakan terhadap Indonesia. (Sampai nol) ya, tapi tentu mereka punya kebijakan tersendiri,” kata Airlangga saat ditemui usai konferensi pers ALFI Convex 2025, Rabu (2/7).
Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah sudah memberikan second offer kepada AS, antara lain melalui penawaran kerja sama investasi di sektor mineral kritis dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
“Ini adalah lanjutan dari pembicaraan, karena kita sudah memberikan proposal, ada counter proposal, kemudian kita kirim proposal lagi,” jelasnya.
Negosiasi dagang antara Indonesia dan AS saat ini berada di fase akhir, dengan tenggat waktu yang ditetapkan pada 8–9 Juli 2025.
Pemerintah terus berupaya meraih kesepakatan terbaik, di tengah tekanan dari kebijakan tarif tinggi yang menjadi bagian dari strategi dagang pemerintahan Presiden AS Donald Trump.