Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi Subsidi Beras
Kejaksaan Agung telah memanggil dua dari enam perusahaan produsen beras yang terkait dengan dugaan korupsi dalam penyaluran subsidi beras. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Senin (28/7/2025). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa hanya dua perusahaan yang hadir dalam pemeriksaan tersebut, yaitu PT Unifood Candi Indonesia dan PT Subur Jaya Indotama.
Sementara itu, tiga perusahaan lainnya, yakni PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, dan PT Sentosa Umar Utama Lestari Java Group, mengajukan penundaan pemeriksaan. Jadwal pemeriksaan untuk PT Sentosa Umar akan dilaksanakan pada Selasa (29/7/2025) besok, sedangkan PT Food Station akan diperiksa pada 1 Agustus 2025. Sementara jadwal pemeriksaan untuk PT Wilmar Padi Indonesia masih belum diumumkan.
Selain itu, satu perusahaan lainnya yang dipanggil, yaitu PT Belitang Panen Raya, belum memberikan informasi sama sekali mengenai ketidakhadirannya hari ini. Kejaksaan Agung masih dalam proses penyelidikan kasus ini, sehingga belum banyak informasi yang bisa diungkapkan. Anang menjelaskan bahwa penyelidik sedang mengevaluasi kesesuaian pengeluaran negara untuk subsidi beras kepada masyarakat.
“Subsidi beras memiliki komponen-komponen tertentu. Kami sedang memastikan apakah penggunaan uang negara sesuai dengan aturan,” kata Anang. Selain itu, penyelidik juga akan meninjau keterkaitan komponen beras subsidi yang disalurkan ke masyarakat dengan harga di pasar. Tujuannya adalah agar tidak ada pihak tertentu yang mengendalikan harga beras di pasar.
Setelah pemeriksaan pertama, para produsen beras ini berpotensi dipanggil kembali untuk pemeriksaan lanjutan. Proses ini menjadi bagian dari upaya Kejaksaan Agung dalam menindak dugaan korupsi yang terjadi dalam penyaluran subsidi beras.
Kasus Beras Oplosan
Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut kasus beras oplosan. Prabowo menegaskan bahwa praktik mengoplos beras merupakan bentuk penipuan dan pidana yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum. Ia menyampaikan perintah tersebut saat meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah.
Berdasarkan laporan yang diterima, praktik beras oplosan merugikan masyarakat sebesar sekitar Rp 100 triliun setiap tahun. Prabowo menilai bahwa hal ini sangat tidak dapat diterima karena pemerintah sudah berusaha keras mencari pendapatan melalui pajak dan bea cukai. Namun, justru ada oknum yang meraih keuntungan dengan cara yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa beras oplosan bahkan tersedia di rak supermarket dan minimarket. Produk ini dikemas seperti beras premium, tetapi kualitas dan kuantitasnya tidak sesuai. Hasil investigasi Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan menunjukkan adanya 212 merek beras yang tidak memenuhi standar mutu.
Beberapa merek menawarkan kemasan “5 kilogram” padahal isi hanya 4,5 kg. Banyak dari mereka mengeklaim beras premium, padahal kualitasnya biasa. “Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram,” ujar Arman dalam video yang diterima Kompas.com.
Kerugian yang dialami masyarakat akibat praktik beras oplosan diperkirakan mencapai sekitar Rp 99 triliun setiap tahun. Jika dibiarkan terus-menerus, kerugian bisa mencapai ratusan triliun dalam beberapa tahun. Hal ini menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk menindaklanjuti kasus ini secara serius.












