Penyelidikan Salinan Ijazah Presiden Joko Widodo
Salinan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menjadi perhatian masyarakat. Kuasa hukum Roy Rismon Tifa (RRT), Abdullah Alkatiri, mengungkapkan bahwa beberapa bagian penting dalam dokumen tersebut ditutup dengan tinta hitam. Hal ini menimbulkan kecurigaan terkait kelengkapan informasi dalam salinan ijazah tersebut.
Menurut Alkatiri, pihaknya menerima salinan fotokopi ijazah Jokowi langsung dari petugas PPID KPU setelah mengajukan permintaan resmi. Namun, ia menilai ada kejanggalan karena beberapa bagian seperti tanggal lahir, nomor ijazah, dan tanda tangan rektor serta dekan tidak dapat terlihat jelas. Ia juga mempertanyakan langkah KPU yang tidak melakukan verifikasi langsung ke Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku penerbit ijazah.
Alkatiri berpendapat bahwa seharusnya lembaga negara sebesar KPU memastikan keaslian dokumen dengan pengecekan langsung, bukan sekadar menerima salinan yang sudah dilegalisir. Selain itu, ia menyebut bahwa tidak semua kantor KPU daerah bersikap terbuka terhadap permintaan publik. KPU DKI Jakarta, misalnya, menolak memberikan salinan dokumen serupa dengan alasan melanggar Pasal 17H Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Lebih lanjut, ia menyinggung bahwa sejak 2019 beredar beberapa versi salinan ijazah Jokowi di ruang publik. Jika terdapat perbedaan antara dokumen dari KPU pusat, daerah, atau versi yang beredar pada Pilpres 2014 dan 2019, hal itu bisa mengindikasikan adanya dokumen yang tidak sah. Abdullah menegaskan, apabila terbukti ada perbedaan substansial antarversi dokumen, maka kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai dugaan penggunaan dokumen palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan 264 KUHP.
Di tengah ramainya desakan agar Roy Rismon Tifa diproses hukum atas dugaan penyebaran informasi palsu, Alkatiri menegaskan bahwa langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum. Menurutnya, advokat dilindungi undang-undang selama bertindak dalam kapasitas profesional dan dalam perkara yang sah. Lebih jauh, pihaknya kini tengah berkoordinasi dengan DPR RI dan Ombudsman untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh KPU dan aparat kepolisian.
Mereka telah diterima salah satu fraksi di DPR yang berjanji akan menindaklanjuti melalui rapat dengar pendapat. Di sisi lain, Alkatiri juga menyinggung pembatalan acara seminar di Malang yang menghadirkan Roy Suryo dan dr. Tifa. Ia menilai tindakan pelarangan tersebut tidak berdasar dan menegaskan kegiatan itu dijamin konstitusi berdasarkan Pasal 28E UUD 1945.
Menutup pernyataannya, Alkatiri berharap agar seluruh lembaga negara bertindak transparan dan profesional. Ia menilai keterbukaan informasi dan kepastian hukum menjadi kunci agar publik tetap percaya terhadap sistem hukum di bawah pemerintahan baru.
Isu Keterbukaan Informasi dan Proses Hukum
Dalam konteks ini, masalah keterbukaan informasi menjadi isu penting. Pengajuan permohonan informasi oleh masyarakat harus direspons secara transparan dan akuntabel. KPU, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik lengkap dan benar.
Selain itu, proses hukum terhadap individu yang diduga menyebarkan informasi palsu harus didasarkan pada prinsip hukum yang jelas dan objektif. Advokat dan aktivis hak asasi manusia memiliki perlindungan hukum dalam menjalankan tugas mereka, selama tidak melanggar aturan yang berlaku.
Pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk KPU dan aparat kepolisian, harus mematuhi prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan lembaga negara dapat terjaga.
Langkah Selanjutnya
Koordinasi antara pihak-pihak terkait seperti DPR RI dan Ombudsman menjadi langkah penting dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran prosedur. Rapat dengar pendapat yang akan dilaksanakan diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan transparan.
Selain itu, kegiatan yang dianggap sebagai bentuk ekspresi kebebasan berpendapat, seperti seminar atau diskusi publik, harus dihormati dan dilindungi sesuai konstitusi. Tidak boleh ada intervensi yang tidak berdasar terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat.
Dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban mereka, serta komitmen lembaga-lembaga negara untuk menjalankan tugasnya secara profesional, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dalam menjalankan sistem hukum dan demokrasi.












