Ini Penjelasan Ketua APDESI Tulungagung Terkait “Surat Cinta” Yang Berujung Pemerasan
TULUNGAGUNG,MediaAwas – Pada kegiatan Rapat Kerja Cabang (rakercab) APDESI Tulungagung yang dilakukan (18/10/2023) Kemarin,APDESI akan membentuk LBH Desa,Muncul narasi agar Desa Bisa Terlindungi Saat Ambil Kebijakan, Juga Dari Praktik Pemerasan.
Kepala Desa Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu Anang Mustofa yang juga sebagai Ketua APDESI Kabupaten Tulungagung, saat diwawancarai terkait kebenaran berita yang sudah dimuat di media online tersebut dengan narasi banyak kades yang mendapat “surat cinta” dari banyak pihak yang menggunakan modus dengan mempertanyakan kebijakan, ujung-ujungnya memeras dengan ancaman akan dilaporkan ke penegak hukum.
Anang menjelaskan bahwa tidak ada statement seperti itu yang dia sampaikan kepada rekan-rekan jurnalis pada saat kegiatan sarasehan Rapat Kerja Cabang (rakercab) APDESI Tulungagung pada saat itu, jelasnya saat diwawancarai di kantornya, Rabu (25/10/2023).
“Tidak ada statement saya seperti itu mas, dan dalam berita itu tidak benar itu hanya tulisan dari wartawanya bukan statement saya. Nanti akan saya hubungi wartawan yang nulis itu mas,” ungkapnya dengan santai.
Menurut Anang adapun tujuan sarasehan Rakercab tersebut akan merumuskan beberapa hal baik secara kelembagaan organisasi dan kebijakan yang diambil maupun rekomendasi-rekomendasi, yang mana selanjutnya pihaknya akan menyampaikan ke Pemkab Tulungagung terkait Desa.
Disamping itu, Anang juga menjelaskan, APDESI dalam waktu dekat akan membentuk lembaga bantuan hukum (LBH) Desa dengan tujuan untuk mengadvokasi karena itu menjadi kebutuhan dasar.
“Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 ada 5 hak Kades, semuanya sudah ada regulasi Permendagri sampai tingkat daerah dan hanya satu yang belum yaitu perlindungan hukum terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemdes,” terangnya.
Anang juga menjelaskan banyak Kades yang belum memahami hukum waris, dan Pemdes yang belum mempunyai kapasitas untuk menangani permasalahan sengketa tanah sehingga Pemdes secara mandiri mencari penasihat hukum untuk mendampingi.
Sehingga untuk permasalahan sengketa tanah selama ini desa keluar puluhan juta sampai ratusan juta untuk membayar pengacara, dan disini salah satu peran LBH Desa ke depan,” tegas Anang.
Saat ditanya biaya untuk membayar pengacara yang nilainya puluhan juta bahkan sampai ratusan juta tersebut, Anang menjelaskan bahwa mereka “Pemdes” mengeluarkan uang pribadi.
“Jadi biaya pribadi mas untuk membayar pengacara dalam penyelesaian sengketa pertanahan, makanya diharapkan dengan adanya LBH Desa nantinya bisa meringankan biaya tidak perlu mengeluarkan biaya hingga ratusa juta lagi,” pungkasnya.
Ditambahkan Anang, dengan adanya APDESI juga bisa sebagai referensi, karena di tingkat Dirjen Kemendes ini banyak program-program yang mungkin diakses oleh daerah khususnya di Desa masing-masing di Kabupaten Tulungagung.
“Karena kita tahu banyak program yang sangat minim dan hampir tidak ada bisa diakses, katakanlah ada program BKK Desa wisata dari Dirjen Kemendes dan ini sama sekali Tulungagung belum pernah ada. Kita mencoba membangun sinergitas antara daerah dengan pusat dengan harapannya itu,” ujarnya.
Kalau dengan berita yang muncul terkait dengan “Surat Cinta” hingga berujung pada praktik pemerasan di desa-desa karena adanya dugaan penyalahgunaan kebijakan maupun terkait dengan program PTSL itu bukan dari saya dan saya akan telpun yang bersangkutan (wartawan – Red) untuk mengklarifikasi, tegasnya.